KATALOG

KATALOG
KATALOG ARRHMH

Sejarah Tergantinya AHAD dengan MINGGU

Rabu, 27 September 2017

Menghadapi Fitnah Media



Sikap pertama: Hati-hati dalam menerima berita dan jangan asal-asalan menyebar berita.

Cobalah lihat bagaimana Allah perintahkan kita untuk mengecek berita terlebih dahulu. Jangan mudah-mudahan untuk menyebarnya sampai kita punya bukti yang kuat.

Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujurat: 6).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada khutbah beliau saat musim haji,
“Sesungguhnya dara, harta dan kehormatan sesama kalian itu terjaga sebagaimana kemuliaan hari ini, kemuliaan bulan ini dan kemuliaan negeri kalian ini.” (HR. Bukhari, no. 67 dan Muslim, no. 1679)

Coba lihat kerjaan para pencari berita saat ini. Jika ada artis atau pejabat yang terkena kasus, mereka tunggu seharian di depan rumah, berjejer menunggu berita apa yang bisa dibuat. Orang yang ingin diberitakan tidak ada di rumah, sudah jadi berita yang WAH. Belum jadi tersangka, sudah diisukan ini dan itu. Wallahul musta’an.

Padahal dalam kitab suci kita telah diterangkan,
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang.” (QS. Al Hujurat: 12).

Sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir, tajassus -seperti kata Imam Al Auza’i- adalah mencari-cari sesuatu. Ada juga istilah tahassus yang maksudnya adalah menguping untuk mencari-cari kejelekan suatu kaum di mana mereka tidak suka untuk didengar, atau menguping di depan pintu-pintu mereka.
Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.

Persis bukan dengan kelakuan pencari berita saat ini?

Coba simak perkataan keras Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada orang yang melakukan tajassus.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa menguping omongan orang lain, sedangkan mereka tidak suka (kalau didengarkan selain mereka) atau mereka berlepas diri dari hal itu, maka pada telinga yang menguping tadi akan dituangkan cairan tembaga pada hari kiamat.” (HR. Bukhari, no. 7042).

Jama’ah rahimani wa rahimakumullah …
Saran kami, para jamaah kalau mendengar berita-berita media atau mendapatkan berita gosip lewat pesan singkat, lewat WhatsApp, lewat Facebook atau media sosial lainnya, jangan mudah-mudahan untuk menshare atau menyebarkannya.

Ingatlah hadits berikut ini …

Dari Hafsh bin ‘Ashim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Cukup seseorang dikatakan dusta jika ia menceritakan setiap apa yang ia dengar.” (HR. Muslim, no. 5)

Berarti dapat kita katakan, cukup seseorang dikatakan pendusta jika ia menshare setiap berita (yang tidak jelas) yang ia peroleh.

Sikap kedua: Menuduh esek-esek atau selingkuh itu bahaya.


Coba lihat, mudah sekali media menuduh jika ada pejabat -termasuk yang shalih dan baik- tertangkap tangan, pasti dikaitkan dengan ada wanita dalam penangkapan tersebut, lalu dikatakan “habis esek-esek atau selingkuh”. Wallahul musta’an. Padahal yang buat berita dan opini ini tidak bisa mendatangkan bukti esek-esek atau perselingkuhan tersebut. Dan ingatlah menuduh selingkuh seperti itu berat, berat hukumannya di dunia dan berat siksanya di akhirat.

Allah Ta’ala berfirman,
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur: 4)

Lihatlah yang menuduh tanpa bukti dihukum qazaf dengan 80 kali cambukan.
Apalagi dengan media yang senang berita dusta itu tersebar, dikatakan juga pada ayat selanjutnya pada surat An-Nuur,
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nuur: 19)

Sikap ketiga: Jangan sampai menghina dan mencela


Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Setiap maksiat yang dijelek-jelekkan pada saudaramu, maka itu akan kembali padamu. Maksudnya, engkau bisa dipastikan melakukan dosa tersebut.” (Madarijus Salikin, 1: 176)

Bagaimana jika kriminal yang dituduhkan tidak benar, hanya fitnah atau hanyalah jebakan?
Kita akan tahu akibatnya.

Sikap keempat: Doakan kebaikan bagi yang terfitnah.


Doakanlah dia! Apalagi itu adalah orang yang lahiriyahnya adalah orang shalih dan suka menebar kebaikan di mana pun, bahkan punya beberapa pesantren yang menyebar Islam yang benar.

Ingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pernah disampaikan pada Abu Darda’ dan sampai juga pada Ummu Darda’,
“Do’a seorang muslim kepada saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisinya ada malaikat (yang bertugas mengaminkan do’anya kepada saudarany). Ketika dia berdo’a kebaikan kepada saudaranya, malaikat tersebut berkata : Amin, engkau akan mendapatkan yang semisal dengannya.” (HR. Muslim, no. 2733)

Sikap kelima: Belum tentu kita lebih baik darinya.


Jangan sampai kita sendiri merasa lebih baik dari orang yang punya kasus, hingga gampang-gampangan untuk menghina dan merendahkan.

Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.” (QS. Al-Hujurat: 11)

Semoga Allah memberi taufik dan hidayah pada kita semua.

PERSATUAN ITU RAHMAT. PERPECAHAN AZAB

Petuah berikut yang pernah disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, persatuan itu rahmat. Perpecahan itu azab.
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى الْمِنْبَرِ « مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللَّهَ وَالتَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ وَتَرْكُهَا كُفْرٌ وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ ».
Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan petuah di mimbar,
“Siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, ia akan sulit mensyukuri yang banyak. Siapa yang tidak mau berterima kasih pada manusia, berarti ia tidak bersyukur pada Allah. Membicarakan nikmat Allah adalah bentuk syukur. Enggan menyebutnya adalah bentuk kufur. Bersatu dalam satu jama’ah adalah rahmat. Sedangkan perpecahan adalah azab.” (HR. Ahmad, 4: 278. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan, perawinya tsiqah sebagaimana disebutkan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 667)
Beberapa catatan kaki dari hadits di atas dari Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dalam tahqiq Musnad Al-Imam Ahmad:
  • Siapa yang sulit mensyukuri yang sedikit, maka ia sulit mempraktikan syukur yang hakiki secara keseluruhan.
  • Boleh menyebut-nyebut nikmat yang telah Allah beri asal bukan dalam rangka menyombongkan diri.
  • Bersepakat dan bersatu ketika terlihat seperti satu jama’ah itu lebih baik, daripada berpecah belah.
  • Perkataan yang masyhur di tengah-tengah kita “ikhtilaf (perbedaan) umatku adalah rahmat”, tidak diketahui ada hadits yang lafazhnya semacam itu.
Semoga bermanfaat.

Selasa, 26 September 2017

TAHAP GODAAN SYAITAN




Bagaimana tahapan setan dalam menyesatkan manusia?

Ada enam langkah yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Badai’ul Fawaid, 2:799-801.

Langkah pertama: Diajak pada kekafiran, kesyirikan, serta memusuhi Allah dan Rasul-Nya

Inilah langkah pertama yang ditempuh oleh setan, barulah ketika itu ia beristirahat dari rasa capeknya. Setan akan terus menggoda manusia agar bisa terjerumus dalam dosa pertama ini. Jika telah berhasil, pasukan dan bala tentara iblis akan diangkat posisinya menjadi pengganti iblis.
Coba lihat ada yang hidupnya penuh dengan kesyirikan. Ada yang masih melariskan sedekahan laut, memakai penglaris, memasang susuk untuk memikat pasangan, percaya hal-hal takhayul seperti adanya bulan dan hari sial (contoh: bulan Suro yang dianggap penuh musibah). Ini semua yang setan incar pertama kali yaitu agar akidah kaum muslimin rusak.

Langkah kedua: Diajak pada perbuatan bid’ah

Jika langkah pertama tidak berhasil, manusia diajak pada perbuatan bid’ah.
Contohnya mengamalkan dzikir dengan bilangan seribu, mengamalkan bacaan Qur’an dengan menentukan waktu tertentu tanpa ada dalil hingga meyakini suatu akidah yang tidak diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Banyak amal harus sesuai dengan tuntunan, tidak sekedar kita banyak beramal. Begitu pula dalam meyakini suatu akidah harus punya dasar.

Ingat! Perbuatan bid’ah lebih disukai oleh iblis daripada dosa besar atau pun maksiat lainnya. Karena bahaya bid’ah itu:
(1) membahayakan agama seseorang,
(2) membahayakan orang lain, jadi ikut-ikutan berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunan,
(3) orang yang berbuat bid’ah akan sulit sadar untuk taubat karena ia merasa amalannya selalu benar,
(4) bid’ah itu menyelisihi ajaran Rasul dan selalu mengajak untuk menyelisihi ajaran beliau.
Setan yang menggoda seperti ini pun juga akan diangkat sebagai pembantu iblis jika telah berhasil menyesatkan manusia dalam hal ini.

Langkah ketiga: Diajak pada dosa besar (al-kabair)

Kalau langkah kedua tidak berhasil, setan akan mengajak manusia untuk melakukan dosa besar (seperti berjudi, mabuk, dan selingkuh), lebih-lebih jika ia adalah seorang alim (berilmu) dan diikuti orang banyak. Setan lebih semangat lagi menyesatkan alim semacam itu supaya membuat manusia menjauh darinya, maksiat semacam itu pun akan mudah tersebar, dan akan dirasa pula bahwa maksiat itu malah mendekatkan diri pada Allah.
Yang berhasil menyesatkan manusia dalam hal ini, dialah yang nanti akan menjadi pengganti iblis.

Langkah keempat: Diajak dalam dosa kecil (ash-shaghair)

Jika setan gagal menjerumuskan dalam dosa besar, setan akan mengajak pada dosa kecil. Dosa kecil ini juga berbahaya.
إِيَّاكُمْ وَمُحَقِّرَاتِ الذُّنُوْبِ كَقَوْمِ نَزَلُوْا فِي بَطْنِ وَادٍ فَجَاءَ ذَا بِعُوْدٍ وَجَاءَ ذَا بِعُوْدٍ حَتَّى انْضَجُوْا خُبْزَتَهُمْ وَإِنَّ مُحَقِّرَاتِ الذُّنُوْبِ مَتَى يُؤْخَذُ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكُهُ
Jauhilah oleh kalian dosa-dosa kecil. (Karena perumpamaan hal tersebut adalah) seperti satu kaum yang singgah di satu lembah, lalu datanglah seseorang demi seorang membawa kayu sehingga masaklah roti mereka dengan itu. Sesungguhnya dosa-dosa kecil itu ketika akan diambil pemiliknya, maka ia akan membinasakannya.” (HR. Ahmad, 5: 331, no. 22860. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Maksud hadits, jika dosa kecil terus menumpuk dan tidak terhapus, maka dosa kecil akan membinasakan dirinya. Di sini tidak disebutkan dosa besar karena jarang terjadi di masa silam dan dosa besar memang benar-benar dijaga agar tidak terjerumus di dalamnya. Demikian dijelaskan oleh Al-Munawi.
Imam Al-Ghazali menyebutkan, dosa kecil lama-lama bisa menjadi besar karena:
  • menganggap remeh dosa kecil tersebut,
  • terus menerus dalam berbuat dosa. Karena ingatlah yang namanya dosa ketika seseorang menganggap itu begitu besar (berbahaya), menjadi kecil di sisi Allah. Sebaliknya, ketika dosa itu dianggap remeh, maka menjadi besar di sisi Allah. (Dinukil dari Faidh Al-Qadir, 3: 127)

Langkah kelima: Disibukkan dengan perkara mubah (yang sifatnya boleh, tidak ada pahala dan tidak ada sanksi di dalamnya)

Karena sibuk dengan yang mubah mengakibatkan luput dari pahala, waktu yang berharga jadi terbuang sia-sia. Ada yang sibuk dengan main game, motor, hingga lupa akan yang wajib seperti shalat.
Jika setan tidak mampu menggoda dalam tingkatan kelima ini, maka seorang hamba akan benar-benar tamak pada waktunya. Ia akan tahu bagaimanakah berharganya waktu. Ia pun tahu ada nikmat dan ada akibat jelek jika tidak menjaganya dengan baik.
Jika tidak mampu dalam langkah kelima, maka setan beralih pada langkah yang keenam.

Langkah keenam: Disibukkan dalam amalan yang kurang afdhal, padahal ada amalan yang lebih afdhal

Jika ia sudah menjaga waktu dengan baik, setan akan menggoda manusia supaya ia luput dari pahala amalan yang lebih utama dan ia terus tersibukkan dengan yang kurang afdhal.
Contoh, sibuk dengan ibadah, enggan mau menimba ilmu agama sehingga beribadah asal-asalan. Contoh lagi, sibuk dengan berdakwah di negeri yang jauh hingga lupa untuk menambah ilmu untuk dirinya sendiri.